adipraa.com - Sugeng rawuh! Sambut hangat dari saya atas kehadiran sahabat semua. Satu ungkapan kebahagiaan karena didatangi yang menyiratkan doa dan harapan, semoga yang diberi ucapan "selamat datang" rasa Jawa ini dalam keadaan serba selamat tanpa kurang suatu apapun. Amin ya rabbal alamin.
Mural lagi ya gaes! Enjoy Mural Jogja kali ini bercerita tentang salah satu tokoh pewayangan yang menjadi bapa dalam kelompok Punakawan. Tokoh yang digambarkan memiliki watak yang sabar dan bijaksana. Karakter punakawan satu ini bernama "SEMAR".
Haseming samar-samar. Sosok yang misterius, tidak jelas nyata dan tidak nyata, namun secara simbolis mewujudkan tentang ke-Esa-an. Kepala dan matanya yang melihat ke atas, mengajarkan manusia agar selalu mengingat Sang Maha Pencipta.
Semar dikisahkan sebagai abdi yang melayani tanpa pamrih. Dibalik wujudnya sebagai pelayan, tersimpan sifat-sifat mulia yang mengayomi dan mampu memecahkan masalah-masalah rumit. Posisinya sangat dihormati, menjadi rujukan para ksatria saat hendak meminta nasihat dan petunjuk. Hal ini dapat diartikan, manusia sejatinya agar selalu berdoa dan melaksanakan ibadah sesuai dengan tuntunan agama. Jadi, Semar bisa dikatakan sebagai simbolisasi dari agama yang menjadi pedoman dan prinsip hidup. Pedoman manusia dalam mencari kebenaran terhadap segala masalah yang dihadapi.
Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara. Itulah salah satu petuah bijak dari Semar. Arti sederhananya bahwa kesejahteraan itu harus diusahakan dan sifat tamak dan serakah juga harus diberantas. Budaya gotong royong merupakan identitas nasional. Salah satu perwujudan nyata dari semangat persatuan masyarakat Indonesia dalam mengusahakan kesejahteraan bersama.
Di era jaman now, kehidupan masyarakat cenderung individualis atau lebih mementingkan diri sendiri sehingga bisa memunculkan sifat tamak dan serakah. Karenanya, budaya gotong royong semestinya tetap dijaga secara terus menerus dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat dapat saling mengenal satu sama lain sehingga proses sosialisasi manusia yang notabene sebagai makhluk sosial dapat terus terjaga keberlangsungannya. Tujuan akhirnya diharapkan mampu memberantas individualisme yang cenderung memunculkan sifat tamak dan serakah. Mungkin itu yang bisa saya ambil pelajaran dari Mural Semar yang tergambar di sisa tembok rumah hancur di wilayah Gunung Ketur, Pakualaman, Yogyakarta.
Kalau mural satu ini terlihat Semar dan ketiga anaknya seperti sedang bikin mural bertuliskan "Merdeka dalam Keberagaman, Jogja, City of Tolerance". Eh, kok kuas yang dibawa Semar nyolok mata sosok buto abang. Mural ini lokasinya berada di tembok bawah jembatan rel kereta api dekat Kampung Bright Gas sebutan wilayah Ledok, Tukangan, Yogyakarta.
Mural ini memaknai Jogja sebagai kota yang menjunjung tinggi toleransi. Jogja, kota dimana penuh dengan keberagaman masyarakat yang hidup bersama. Sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda, namun Jogja mampu mengedepankan nilai toleransi. Guyup rukun!
Para Punakawan termasuk Semar sedang main bola nih, semuanya pakai kostum jersey Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM). Pesan Semar buat teman-teman PSIM, “mbergegeg, ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak dulito, langgeng…”. Sebuah pesan moral yang sangat dalam agar kita selalu bekerja keras, walaupun hasilnya tak seberapa, namun kepuasan yang didapat karena berusaha tersebut akan abadi. Tetap semangat ya!
Demikian cerita ngalor ngidul Mural Semar kali ini. Jika ada yang kurang berkenan mohon dimaafkan ya gaes! Semoga menghibur. Enjoy it! maturnuwun.
Haseming samar-samar. Sosok yang misterius, tidak jelas nyata dan tidak nyata, namun secara simbolis mewujudkan tentang ke-Esa-an. Kepala dan matanya yang melihat ke atas, mengajarkan manusia agar selalu mengingat Sang Maha Pencipta.
Semar dikisahkan sebagai abdi yang melayani tanpa pamrih. Dibalik wujudnya sebagai pelayan, tersimpan sifat-sifat mulia yang mengayomi dan mampu memecahkan masalah-masalah rumit. Posisinya sangat dihormati, menjadi rujukan para ksatria saat hendak meminta nasihat dan petunjuk. Hal ini dapat diartikan, manusia sejatinya agar selalu berdoa dan melaksanakan ibadah sesuai dengan tuntunan agama. Jadi, Semar bisa dikatakan sebagai simbolisasi dari agama yang menjadi pedoman dan prinsip hidup. Pedoman manusia dalam mencari kebenaran terhadap segala masalah yang dihadapi.
Baca juga : Enjoy Mural Jogja: KewanItulah selintas penokohan sosok Semar dalam pewayangan yang bisa kita ambil pelajaran. Yuk tengok mural-mural di Jogja yang menampilkan karakter Punakawan, khususnya Semar. Check this out:
Mural Semar di Wilayah Gunung Ketur, Pakualaman, Yogyakarta |
Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara. Itulah salah satu petuah bijak dari Semar. Arti sederhananya bahwa kesejahteraan itu harus diusahakan dan sifat tamak dan serakah juga harus diberantas. Budaya gotong royong merupakan identitas nasional. Salah satu perwujudan nyata dari semangat persatuan masyarakat Indonesia dalam mengusahakan kesejahteraan bersama.
Budaya Gotong Royong sebagai identitas nasional |
Di era jaman now, kehidupan masyarakat cenderung individualis atau lebih mementingkan diri sendiri sehingga bisa memunculkan sifat tamak dan serakah. Karenanya, budaya gotong royong semestinya tetap dijaga secara terus menerus dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat dapat saling mengenal satu sama lain sehingga proses sosialisasi manusia yang notabene sebagai makhluk sosial dapat terus terjaga keberlangsungannya. Tujuan akhirnya diharapkan mampu memberantas individualisme yang cenderung memunculkan sifat tamak dan serakah. Mungkin itu yang bisa saya ambil pelajaran dari Mural Semar yang tergambar di sisa tembok rumah hancur di wilayah Gunung Ketur, Pakualaman, Yogyakarta.
Mural Semar di wilayah Ledok, Tukangan, Yogyakarta |
Kalau mural satu ini terlihat Semar dan ketiga anaknya seperti sedang bikin mural bertuliskan "Merdeka dalam Keberagaman, Jogja, City of Tolerance". Eh, kok kuas yang dibawa Semar nyolok mata sosok buto abang. Mural ini lokasinya berada di tembok bawah jembatan rel kereta api dekat Kampung Bright Gas sebutan wilayah Ledok, Tukangan, Yogyakarta.
Jogja, City of Tolerance |
Mural ini memaknai Jogja sebagai kota yang menjunjung tinggi toleransi. Jogja, kota dimana penuh dengan keberagaman masyarakat yang hidup bersama. Sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda, namun Jogja mampu mengedepankan nilai toleransi. Guyup rukun!
Mural Semar di pertigaan Jalan Kusumanegara, Yogyakarta |
Para Punakawan termasuk Semar sedang main bola nih, semuanya pakai kostum jersey Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM). Pesan Semar buat teman-teman PSIM, “mbergegeg, ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak dulito, langgeng…”. Sebuah pesan moral yang sangat dalam agar kita selalu bekerja keras, walaupun hasilnya tak seberapa, namun kepuasan yang didapat karena berusaha tersebut akan abadi. Tetap semangat ya!
Demikian cerita ngalor ngidul Mural Semar kali ini. Jika ada yang kurang berkenan mohon dimaafkan ya gaes! Semoga menghibur. Enjoy it! maturnuwun.
Kalau di mural seperti ini baiknya kalau mau foto pagi-pagi ya, Mas.
ReplyDeleteBeberapa kali aku foto juga pagi2, selain sepi jalan juga, jadi bisa bebas abadiin foto :)
Iya mas Andi, waktu yg tepat pagi hari. Saya itu jepretnya jg hanya memanfaatkan perjalanan pulang kantor. Makasih sudah komen pertamax. :)
Deleteaamiiin..
ReplyDeleteSemar ini tokoh yg terpatri di pikiran gue sejak kecil sebagai sosok yg sakti mandraguna..
Itu pesan2 muralnya bagus bgt ya, bagus disampaikan di era modernisasi yang semakin individualis masyarakatnya..
Salam
-Traveler Paruh Waktu
Maturnuwun, Salam balik dari Jogja mas Bara Anggara.
Deletewah, mural terus yg diposting, tampak keren mas
ReplyDelete. siapa yg bikin ya?
ini keliatan 2D, aku suka kayaknya pas foto tapi backgroundnya mural graavity giu, biar kayak anak muda banget. hahaha.
Iya mas, namanya juga "enjoy mural jogja", jadi mural terus. Kalau "Enjoy Analisis Band Jepang" nanti dikira niru mas Beny. :)
DeleteMonggo kalau mau merapat ke Jogja dan poto pake background muralnya, biar kyk anak muda banget.
Mmakasih sudah berkunjung mas.
Jogja kayanya gudang mural ya, surabaya ada sih cuman ga sebegitu banyak. Nice mas ulasannya :)
ReplyDeleteSudah mulai normal lagi ni mas adi kolom komentarnya
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh normal kembali mas. :)
DeleteJalan kusumanegara sering tak buat transit TJ tapi gak ngeh sama muralnya
ReplyDeleteaku suka mural semarnya mas
tokoh semar filosofisnya dalam sekali
coret-coret didinding itu namanya mural ya..
ReplyDeletesaya baru tahu..ku kira cuma melukis iseng aja
#aku_kudet
Yang aku pikirin kalo liat mural itu. Ntar klo udah mulai kusam dan gak segera dikasih sentuhan ulang. Jadi sayang
ReplyDeleteAsyik di Jogja, budaya jawa masih kental sekali, cuma kalau main ke jogja yang jadi masalah buatku adalah makanannya manis2, susah cari yang buat lidah jawatimuran.
ReplyDeleteMural di Jogja memang asyik-asyik ya, Mas Adi Pradana, dan jadi semakin asyik tatkala dikupas dalam tulisan seperti tulisan Mas Adi ini.
ReplyDeleteJogya memang selalu terkenal dengan kreativitasnya.
ReplyDeleteGambarnya keren banget. :D
ReplyDelete